بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh: IRMAS AIR SUGIHAN
الله أكبر –9
اللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرَا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرَا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً . لَااِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهْ . صَدَقَ وَعْدَهْ . وَنَصَرَ عَبْدَهْ . وَأَعَزَجُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهْ . لَااِلَهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ . اَلْحَمْدُ لله , اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى نَوَّرَ قُلُوْبَ الْعَارِفِيْنَ , بِمُدَاوَمَةِ الذِّكْرِ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْن
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ المَلِكُ الْحَقُّ المُبِيْنْ , وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْن
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ , نُقْطَةِ الشُّرَفَاءِ الأَنْبِيَاءِ وَ المُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الأَئِمَةِ فِى دِيْنِ الحَقِّ وَسَائِرِ المُهْتَدِيْنَ مِنَ الأُمَمِ الاَوَّلِيْنَ وَالأَخِرِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ : فَيَا إِخْوَانِ الكِرَامْ , عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللهَ رَبَّ العَلَمِيْنَ وَاُزْلِفَةُ الجَنَّةِ لِلْمُتَّقِيْنَ . اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي القُرْآنِ الكَرِيْم , اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Wa lilla-hil Hamd.
Ma’asyiral Muslimi-n Rahimakumulla-h.
Alhamdulillah. Puji syukur sedalam-dalamnya, dengan penuh rasa haru kita haturkan kepada Rabbul ‘Izzah,
Allah SWT., yang telah memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita
semua, yang memanjangkan usia kita dengan berkah dan salamah sehingga
pada pagi ini kita dapat bersimpuh di hadapan-Nya, di masjid tercinta
ini untuk melahirkan rasa syukur atas segala karunia dan anugerah.
Shalawat dan salam kita haturkan kepada baginda agung Habiibina
Muhammad SAW., keluarganya, sahabat-sahabatnya dan seluruh penerus
risalahnya hingga akhir zaman. Semoga sholawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada mereka dan kepada kaum Muslimina wal Muslimat, wal
Mu’minina wal Mu’minat al-ahya’i minhum wal amwat, fi jami’il jihat,
terutama kepada kita yang hadir di masjid ini beserta keluarganya,
semoga kelak di hari qiyamat kita dikumpulkan bersama-sama mereka, minan
Nabiyyiina, wash-Shiddiiqiina, wasy-Suhadaa’i, wash-Sholihin, di bawah
panji-panji La-ilaha illalla-h, Muhammadurrasululla-h Shallalla-hu Alaihi wa Alihi Wa Sallam.
Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Wa lilla-hil Hamd.
Ma’asyiral Muslimi-n Rahimakumulla-h.
Sejak tadi malam hingga saat ini, di setiap tanggal 1 Syawal kaum
Muslimin seluruh dunia mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil,
mengungkapkan rasa dan persaksian, bahwa Dialah Rabb yang Maha Agung,
sekaligus menyadarkan kepada setiap hati yang beriman, betapa lemahnya
manusia dihadapanNya dan betapa kuasa dan perkasanya Dia Yang Maha Agung
itu dihadapan seluruh makhluk-Nya. Harta, jabatan, kemuliaan yang
disandang oleh siapapun di dunia, tiadalah berarti sama sekali bila
disandingkan dengan keagungan Allah SWT., Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Wa lilla-hil Hamd.
Suasana syahdu menyadarkan kita kepada hakikat penciptaan dan
pemeliharaan: bahwa Dia adalah pencipta diri ini, dari mulai
keberadaannya hingga keadaannya. Siang dan malam digerakkan dan
didiamkan olehNya. Alam semesta berada dalam kendaliNya. Jikalau
kesadaran seperti ini terpelihara dalam hati kita, niscaya tidak ada
diantara kita menjadi orang sombong, iri, dengki dan hasud kepada sesama
manusia, bebal, malas, bodoh, tidak taat dan tidak tahu malu dihadapan
Rabbnya.
Inilah perasaan hati, suara fitrah manusia, kalimat suci, walaupun –
karena kesibukan, dosa-dosa dan nafsu rendah kita-, kalimat suci
tersebut sering terabaikan, sehingga suaranya begitu lemah, hanya
sayup-sayup seperti terdengar dari kejahuan. Suara suci itulah yang saat
ini sontak menggetarkan hati, terlebih saat dikumandangkan takbir Idul
Fitri, Allahu Akbar ,Allahu Akbar, Allahu Akbar. Allahu Akbar walillahil hamd.
Kalimat suci tersebut jika benar-benar tertancap dalam jiwa kita maka
hilanglah segala ketergantungan hati kita kepada unsur-unsur lain
selain Allah, tiada tempat menitipkan harapan dan tiada tempat mengabdi
kecuali hanya kepada Allah SWT semata.
Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Wa lilla-hil Hamd.
Ma’asyiral Muslimi-n Rahimakumulla-h.
Tentunya masih membekas kuat dalam jiwa kita, hasil dari apa yang
telah dimudahkan Allah Ta’ala untuk kita amalkan bersama, sejak bulan
Rajab, bulan Sya’ban dan kemudian masuk bulan Ramadhan, dimana Allah
telah membentangkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua,
sehingga kita mampu melaksanakan azam kita, acara rutin yang kita niati
dilaksanakan pada setiap tahun di pondok pesantren yang kita cintai ini,
berkat izin-Nya, Alhamdulillah tahun ini bisa kita laksanakan dengan
sempurna.
Selama tiga bulan lebih kita mencelupkan jasmani dan ruhani di dalam
godokan “kawa candradimuka”, melaksanakan mujahadah dan riyadloh di
jalan-Nya semata-mata berharap ridho-Nya, berharap mendapatkan
peningkatan kuwalitas hidup lahir batin untuk bekal perjalanan panjang,
menggapai cita-cita dan harapan, melaksanakan kuwajiban kemanusiaan,
sebagai suami kepada istrinya, sebagai istri kepada suaminya, sebagai
orang tua kepada anak-anaknya, sebagai anak kepada orang tuanya dan juga
sebagai warga masyarakat kepada lingkungannya, berjalan panjang
menghadapi tantangan dan rintangan hidup yang datangnya seakan tidak
berkesudahan, dengan bekal tersebut supaya iman kita tidak mudah
tergoyahkan oleh rayuan zaman.
Sekarang, di pagi yang suci ini, ibarat orang menanam, tentunya kita
harus dapat menikmati buah yang dipetik saat masa panen tiba,
mendapatkan kepekaan hati dan rasa, peningkatan kasih sayang kepada
sesama, kemampuan berbagi dan memaafkan kesalahan manusia, terutama
kecemerlangan matahati karena hijab yang selama ini mendinding rongga
dada telah dirontokkan, sehingga kita mampu merasakan kenikmatan
bermunajat, menjadikan hati lebih khusu dalam berdoa, seakan tanpa
penghalang dengan-Nya, maka seakan tanpa sebab air mata berlinang deras
ketika hati tersentuh gema suara takbir yang membahana.
Namun demikian, kita tetap harus waspada, karena ada tantangan yang
menghadang di depan. Setelah Ramadhan berlalu, ketika kesibukan pikiran
dan hati telah kembali seperti semula, seperti sebelum kita masuk bulan
Rajab, Sya’ban dan Ramadhan yang penuh berkah, bisakah hal-hal positif
tersebut kita pertahankan? Bahkan kalau bisa kita tingkatkan? Ataukah
malah sebaliknya, kita akan terpuruk dan kembali seperti pada fase-fase
sebelum Ramadhan?
Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Wa lilla-hil Hamd.
Ma’asyiral Muslimi-n Rahimakumulla-h.
Untuk menghadapai tantangan zaman tersebut, supaya iman tidak mudah
memudar tergerus romantikan zaman, ada hal yang pantas kita renungkan,
siapakah sosok dibalik ajaran mulia tersebut?. Ajaran yang telah kita
ikuti selama ini, thoriqoh yang telah kita yakini, jika ajaran tersebut
dilaksanakan oleh seorang muslim niscaya akan menjadikannya insan mulia,
menjadi manusia yang dicintai tidak hanya oleh makhluk bumi saja namun
juga penghuni langit yang dimuliakan. Sosok tersebut adalah Rasulllah
Salallahu alaihi wa alihi wa sallam, yang ajarannya kemudian dilanjutkan
oleh Ulama pewaris Nabi, guru-guru kita terutama guru Mursyid kita yang
telah tiada henti membimbing ibadah kita. Berkat usaha mulia mereka
itulah kita hari ini berkumpul dalam satu gerbong perjalanan dalam
lindungan agama yang haq, benteng yang kokoh, yakni dienul Islam. Seorang Nabi dan para pengikutnya yang mengajarkan kalimah La- ilaha illalla-h Muhammadurrasululla-h. Kalimat yang dengannya kita dapat membuka pintu Surga.
Ini juga merupakan ungkapan suci yang harus selalu terpatri dalam
jiwa kita, sebagai rasa syukur kepada mereka, atas jerih payah yang
telah mereka usahakan selama hidupnya, dengan rasa syukur ini tentunya
kita akan mendapatkan tambahan kemanfaatan, diantaranya supaya iman dan
yakin yang sudah ada selalu terjaga sampai akhir zaman, karena tanpa
bersyukur kepada manusia berarti kita tidak mersyukur kapada Allah SWT.
Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Wa lilla-hil Hamd.
Ma’asyiral Muslimi-n Rahimakumulla-h.
Kalau kita amati kehidupan disekeliling kita, keadaan Bangsa dan
Negara kita tercinta, dari fenomena yang muncul akhir-akhir ini, baik
yang kita lihat dengan kasat mata maupun yang ditayangkan setiap hari
oleh media penyiaran yang ada, betapa kehidupan bangsa ini seakan sudah
berada diambang kehancuran, seperti bahtera yang sudah oleng tinggal
menunggu tenggelam, karena dihempas gelombang kehidupan, akibat
kerusakan di muka bumi olah tangan manusia sudah tampak terang
benderang. Korupsi, manipulasi dan penyalahgunaan jabatan seakan menjadi
tradisi dan bukan hal yang memalukan, dilakukan oleh para pelakukanya
sepanjang hari tanpa peduli dilihat orang, bahkan tidak segan-segan
mengorbankan teman seperjuangan demi keselamatan diri dan golongan.
Peristiwa kemanusian dan kasus-kasus hukum yang belum terselesaikan,
masih segar dalam ingatan semua orang, seperti kasus dugaan korupsi
Hambalang, mega skandal bank century dan lain-lain, perseteruan antara
KPK dan Kepolisian yang sedang berebut kepentingan, perampasan hak atas
tanah rakyat yang berakibat bentrok horizontal dimana-mama, pemaksaan
kehendak atas pemenangan kandidat calon penguasa dengan menghalalkan
segala cara, hingga isu sara dilakukan, semua itu seakan mencerminkan
bahwa masing-masing orang yang punya kepentingan di Negri ini sudah
kehilangan akal waras dan meninggalkan suara hati, mereka hanya
mengumbar hawa nafsu dan angkara murka sehingga sulit dibedakan mana
yang Kiai dan mana yang politikus, mana yang pendakwah dan mana yang
penghasut.
Padahal, meski sebagian dari orang-orang yang berbuat kerusakan di
muka bumi itu sudah ada yang merasakan akibatnya, terpaksa berpisah
dengan keluarga tercinta karena harus mempertanggungjawabkan perbuatan
yang dilakukan, namun demikian, mereka itu seakan tidak bergeming,
bahkan tetap congkak dan sombong, seakan sudah buta, tuli, dan bisu,
barangkali karena hati terlanjur membatu hingga sedikitpun tidak mampu
mengambil pelajaran dari kejadian yang terjadi. Apakah keadaan ini
memang merupakan tanda-tanda yang nyata, bahwa kehancuran suatu Bangsa
akan terjadi di muka bumi ini, sebagaimana yang sudah diperingatkan
Allah dalam firma-Nya:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.(QS.Al-Isra’/16)
Kalau memang demikian keadaannya apa yang harus kita lakukan….?,
Apakah kita hanya tinggal diam saja sambil menunggu kehancuran datang ??
Padahal kalaupun kita mau berbuat perubahan, sesungguhnya sedikitpun
kita tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan?
Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Alla-hu Akbar. Wa lilla-hil Hamd.
Ma’asyiral Muslimi-n Rahimakumulla-h.
Marilah kita merenungkan firman Allah berikut ini, barangkali
didalamnya kita mendapatkan solusi untuk menghadapi keadaan yang sangat
menakutkan itu, keadaan yang menjadikan bulu kuduk kita merinding,
keadaan yang pasti tidak dimaui oleh semua orang yang hatinya sehat dan
akalnya waras, minimal untuk melindungi diri sendiri dan keluarga
tercinta, apabila memang masa kehancuran itu harus datang, bangsa kita
luluh lantak terkubur dari kehidupan panjang, akibat perbuatan para
pengelolanya yang membangkang, semoga kita dan keluarga termasuk kaum
yang terselamatkan, ummat yang mendapatkan hidayah dan perlindungan,
karena selama hari kiamat belum saatnya datang Allah tidak akan
menghancurkan kehidupan manusia secara total. Allah berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa
yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan
di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS.Al-Hadid/16)
Kita tidak boleh seperti yang pernah dilakukan orang-orang terdahulu,
mereka dekat dengan kitab suci tapi tidak mau tunduk dengan isinya dan
dekat dengan Allah tapi tidak mau berdzikir kepada-Nya sehingga hatinya
menjadi keras, maka mereka jadi orang fasik, yakni orang yang
berlebih-lebihan dalam memperturutkan hawa nafsu sehingga menghalalkan
segala cara asal maunya tercapai dan akhirnya kehidupan mereka hancur
akibat dosa-dosa dan kejahatan yang dilakukan.
Mempertahankan dan meningkatkan apa yang sudah kita dapatkan selama
kita melaksanakan safari panjang di bulan-bulan yang mulia tersebut,
menjaga kepekaan hati dan ketajaman rasa dengan melaksanakan dzikir
kepada Allah setiap saat, ternyata merupakan benteng yang kokoh untuk
tempat kita berlindung dari segala ancaman kehidupan. Semoga kita
termasuk orang yang beruntung, orang yang mampu mengambil pelajaran dari
setiap kejadian, sehingga menjadi orang yang selalu mendapat hidayah
dan pertolongan dari-Nya, sejak di dunia, di alam barzah dan hari
akhirat, dikumpulkan bersama-sama para guru kita dalam keadaan husnul
khotimah dan ridho Allah di surga, amiin Allhumma Amiin.