IRMAS SELALU DI HATI

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)

Kamis, 07 November 2013

Memaknai Tahun Baru 1435 H

“Isyhadu bi ana muslim! Saksikan bahwa aku adalah seorang muslim!”
Kalimat barusan merupakan kalimat yang menggentarkan dan meneguhkan kepada setiap pendengarnya. Karenanya, di dalam kalimat itu tersurat makna yang sangat gamblang tentang jati diri seorang muslim.
Adalah Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbanyak di seluruh dunia. Selama masih dalam tahap berkembang, negara Indonesia mulai dicekoki pemahaman-pemahaman barat yang mulai melunturkan setetes demi setetes budaya Islam yang ada di Indonesia.
Tahun Baru Islam misalnya, kebanyakan masyarakat Indonesia (mungkin) lupa dengan momen bersejarah ini, (mungkin) lupa dengan tahun baru dari agamanya sendiri, dan (mungkin juga) hilang ingatan dan pura-pura tidak tahu dan mau tahu dengan tahun baru Islam.
Sangat disayangkan, ketika tahun baru masehi lebih di ingat dan di kenang ketimbang tahun baru Islam. Dan sangat disesalkan, apabila tahun baru masehi itu lebih di persiapkan dengan matang dengan penyambutannya yang kadang melampaui batas -menghambur hamburkan uang- sedangkan tahun baru Islam? Hanya di jadikan momentum semalam dan berkata “selamat tahun baru Islam, yuk kita istirahat, besok ada tugas yang lebih penting lagi dari pada sekadar merayakannya” atau “eh besok libur karena tahun baru Islam ya? Ya udah yang penting liburnya, yuk besok jalan…”
Sangat tidak menghormati, sangat tidak disambut dengan baik, minimal kita ingat dan berdoa pada momentum ini. Agar momentum ini tidak hanya menjadi moment yang ‘hanya lewat’ dalam setiap tahunnya.
Imam Irfa'i
Padahal di tahun baru Islam ini (kita menyebutnya tahun Hijriah) ada peristiwa hebat yang sangat menyejarah. Sebuah peristiwa perintah dari Allah melalui seruan Rasul-Nya kepada seluruh umat muslim untuk berhijrah (berpindah tempat) dikarenakan Mekkah sudah tidak aman. Dan makna yang terkandung di dalam kisah ini adalah keharusan kita untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain bilamana tempat tersebut sudah tidak kondusif. Hijrah dari yang buruk-buruk ke yang baik-baik, hijrah dari tidak pernah shalat berjamaah kepada shalat berjamaah, hijrah dari tidur setelah subuh menjadi baca Al Quran setelah subuh dan hijrah yang lain-lainnya. Intinya Hijrah ke ARAH yang LEBIH BAIK. Ah, mungkin teman-teman lebih tahu seperti apa contoh lainnya…

Rabu, 24 Juli 2013

doa adalah bahan bakar

Bismillahirrahmanirrahiim..

Kebanyakan orang berdoa ketika masalah menerima mereka. Padahal, doa adalah bahan bakar yang sangat efektif untuk kendaraan kehidupan kita. Karena percuma dikala kita sudah melakukan semuanya untuk berubah tanpa diakhiri dengan doa kepada Allah SWT.

Dalam hal rejeki misalnya, Allah telah menyiapkan rejeki untuk setiap makhluknya. Baik yang melata, yang bernafas dengan paru-paru ataupun dengan pori-pori ditubuhnya, semua telah ada rejekinya.

Hanya saja, setiap rejeki ada syaratnya, yaitu usaha. Kalaupun ada makanan didepan kita, tetapi kita tidak berusaha mengambilnya, maka itu buka milik kita. Kalaupun roti sudah ada ditangan, tapi kita tidak memakannya, maka itu juga bukan rejeki kita. Jadi setiap rejeki harus disertai USAHA.

Doa diibaratkan seperti benang sewaktu main layang-lanyang ,tentu saja tanpa benang layang-layang tidak bisa di mainkannya. Juga diibaratkan seperti pohon tanpa manfaat. Doa adalah pemercepat keinginan kita terwujud. Seperti pepatah,

Roda yang berderit akan lebih cepat mendapatkan pelumas, Manusia yang berdoa, akan lebih cepat terkabul keinginannya.

Magnet, akan selalu menarik besi disekelilingnya. Begitu pula doa , akan menarik keinginan yang ada dalam doa itu terwujud. Itulah gambaran betapa penting nya doa bagi setiap orang. Bagi Remaja berdoalah agar dikuatkan imannya menghadapi setiap cobaan yang diberikan kepadanya serta kuat dalam melawan hawa nafsu. Dan selalu menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Ada empat macam doa yang akan dipercepat prosesnya yaitu: pertama, doa dari ibu kepada anaknya; kedua, doa orang yang berpuasa; ketiga,doa orang yang sedang dalam perjalanan; dan keempat,doa orang yang teraniaya.

Oleh sebab itu, kita harus berbuat baik kepada Ibu, sehingga Ibu akan sangat bahagia dan bersyukur memiliki anak yang saleh seperti kita.Sehingga, insyallah, Ibu kita pun akan selalu mendoakan kebaikan untuk kita..

Jumat, 05 Juli 2013

HAL2 YANG MERUSAK PERNIKAHAN



A. SUAMI:
1. Suami tidak berfungsi menjadi pemimpin degan baik akibatnya saling melukai.
2. Suami gagal menjadikan istri nomer satu dalam hidupnya.
3.Suami membandingkan istri dengan wanita lain.
4. Suami kurang disiplin mengontrol emosi dan kebiasaan buruk.
5. Suami gagal memuji hal-hal kecil dari istri.
6. Suami menolak pendapat isri.
7. Suami tidak pernah minta maaf.

B. ISTRI:
1. Istri tidak menghargai suami sebagai otoritas.
2. Istri gagal menundukan diri kepada suami.
3. Istri gagal menampilkan kecakapan manusia batiniah.
4. Istri gagal menunjukan rasa syukur kepada suami.
   Ingat... Kepala keluarga yg berhasil dalam keluarga maka keberhasilan yang lain akan mengikuti. Kepala keluarga yang gagal dalam keluarga maka kegagalan lain akan mengikuti. Kebahagiaan perkawinan membutuhkn perjuangan yang tidak kenal lelah, dan membtuhkan kehadiran dan pertolongn Allah.

Berbahagialah mereka yang benar-benar menikmati hidup rumah tangga yang rukun dan damai, meskipun itu harus diperoleh degan cucuran air mata.
 Belaian tangan suami adalah emas bagi istri. Senyum manis sang istri adalah permata bagi suami. Kesetiaan suami adalah mahkota bagi istri. Keceriaan istri adalah sabuk dipunggung suami. Perbaikilah apa yg bisa diperbaiki sekarang sebelum terlambat.
 Selain itu untuk anda yg sedang sibuk mencari pendamping hidup, sebaiknya yg pertama harus dilihat ialah tentang ketaatan ibadahnya. Kalau dia lebih mengutamakan kecintaannya kepada Allah dan rasulNya, insya Allah dia akan tahu bagaimana cara mencintai pasangannya (biasanya orang yg demikian tidak akan pacaran sebelum nikah). Tapi sebaliknya, Sebaiknya anda hati-hati jika anda sudah melabuhkan hati kepada seseorang yang meninggalkan Allah. sebab, Allah saja yang sudah memberikan dia nafas bisa dia tinggalkan, apalagi kita.
 Semoga bermanfaat untuk anda yang sudah membina rumah tangga dan untuk anda yang ingin membangun keluarga..
 
By: Rayhan Imam

Senin, 01 Juli 2013

PENGERTIAN & HUKUM SUNGKEM


Rayhan Imam,
 Wujud (menyembah) itu memang hanya kepada Allah, bukan kepada orang tua. Lalu bolehkah kita sungkem? Atau adakah sujud yang bukan menyembah? Bagi yang terbiasa tidak sungkem, mungkin tidak mengapa, tetapi bagi orang yang terbiasa merendahkan dirinya dihadapan orang tua. Pada momen idul fitri, sungkem terasa sebagai berjuta bakti yang sulit diungkap dikarenakan sayang tak berhingga dari kedua orang tua kita. Memang sungkem adalah gerakan membungkuk kepada orang tua, sebagai wujud kerendahan seorang anak kepada orang tua, dan bukannya bersujud atau menyembah orang tua. Sebenarnya membungkukkan badan tidaklah dilarang. Sebagaimana firman Allah swt dalam surah Al Israa ayat 24 Allah yang artinya:
 “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
 Ternyata, Banyak orang mengira bahwa arti atau makna sungkem adalah sujud yang diidentikkan dengan menyembah, sehingga banyak orang yang berpikir bahwa sungkem itu adalah menyekutukan-Nya. Anggapan semacam itu tentu tidak benar, mengingat kisah dimana Nabi Yusuf pernah menaikkan kedua orang tuanya ke atas sebuah Singgasana dan menerima sujud dari kedua orang tuanya. Sujud disini tidak diartikan sebagai menyembah, melainkan suatu penghormatan. Kisah sujud yang tidak semata-mata menyembah terdapat dalam Al-Quran surah Yusuf ayat 101 yang Artinya:
 “Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: “Wahai ayahku inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
 Sujud disini ialah sujud penghormatan bukan sujud ibadah. Persoalan hubungan kepada Allah taala dan juga hubungan kepada orang tua sangat tegas dalam Al-Quran. Kita dituntut untuk berbuat baik kepada orang tua, bahkan kita disuruh merendahkan diri kita dihadapan mereka, kecuali jika kita disuruh menyembah orang tua.
 Sungkem dilakukan dalam posisi orang tua sedang duduk, sehingga jika si anak merendahkan diri tentunya dia harus melakukan jongok. Dalam hal ini, memang ada adat sungkem yang menggunakan sungkem secara berlebihan, dengan gerakan mirip “sembah” (kedua telapak tangan bertemu, diletakkan di atas kepala dan wajah), misalnya di kraton. Apabila gerakan itu memang ditujukkan untuk menyembah dan bukannya untuk sekedar menghormati, maka itu bisa dipastikan haram dan memang dilarang. Sebagaimana Allah swt berfirman dalam surah Al-Ankabut ayat 9 yang Artinya:
 “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
 Batasan antara menyembah dengan penghormatan tentunya bukan dilihat dan didefinisikan dari sebuah gerakan, melainkan dari niatnya. Gerakan menyembah di tiap agama, budaya, bangsa akan berbeda. Ada yang menyembah dengan bersujud, membakar dupa, berjongkok, berbaring, bahkan juga berdiri dll. Tentunya perbedaan antara menyembah dengan bukan menyembah, adalah terletak pada niatnya. Berbuat baik, patuh dan menuruti perkataan orang tua, tetapi tidak menyembah mereka juga tertulis dalam surah Al Isra ayat 24. Allah SWT menegaskan:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
 Sungkem adalah wujud kerendahan diri, bakti seorang anak kepada orang tua sebagaimana telah dibahas dalam surah Al Isra ayat 24 di atas. Allah menyuruh anak berbakti kepada orang tua agar supaya dijauhkan dari perbuatan sombong lagi durhaka. Sebagaimana firmannya dalam surah Maryam ayat 15 yang Artinya:
 Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka”.
 Kesadaran untuk berbuat baik kepada mereka karena sesungguhnya orang tualah yang telah membesarkan dan merawat kita diwaktu kecil. Sebagai mana Allah SWT berfirman dalam surah As Syura ayat 16 yang artinya:
 ” Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
 Apapun penafsiran dan sangkaan manusia dalam setiap baik dan buruknya amalan kita, sesungguhnya bagi diri kita adalah bagaimana niat kita dalam menjalankan ibadah. Niat inilah yang membedakan antara menyembah ataupun menghormat, dan sesungguhnya Allah lah yang maha mengetahui segala sesuatu. Sebagai mana Allah berfirman dalam surah Yunus ayat 37;
 “Dan kebanyakannya dari mereka, tidak menuruti melainkan sesuatu sangkaan sahaja, (padahal) sesungguhnya sangkaan itu tidak dapat memenuhi kehendak menentukan sesuatu dari kebenaran (iktikad). Sesunguhhnya Allah Maha Mengetahui akan apa yang mereka lakukan”



Niat inilah yang membedakan antara perbuatan baik dan buruk juga dijelaskan dalam kitab Riyadhus sholihin: Dari Amiril Mukminin-Abu Hafash-Umar bin al-Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdillah bin Qurth bin Razah bin Ady bin Ka’ab bin Luayyin bin Gholib al-Qurasyi al-Adawi r.a. berkata:
 “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung pada niatnya. Sesungguhnya tiap-tiap orang mempunyai sesuatu yang diniati (baik maupun buruk). Maka, barang siapa yang berhijrah (dari tempat tinggalnya ke madinah) untuk mencapai ridha Allah dan rasulNya (dan hijrah tersebut diterimaNya). Barang siapa yang hijrahnya untuk mencari harta dunia atau seorang perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya (bukan untuk mencapai ridha Allah dan Allah tidak menerimanya), tapi hijrahnya untuk tujuan hijrah itu sendiri,” (H.R. Muttaaq alaih).
 Sesungguhnya ridha orang tua kita adalah ridha Allah, sebagaimana hadits berikut :
 Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu Hibban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari Sahabat dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152))
 Berbakti Kepada Orang Tua Merupakan Sifat Baarizah (yang menonjol) dari Para Nabi. Dalam surat Ibrahim ayat 40-41: “Wahai Rabb-ku jadikanlah aku dan anak cucuku, orang yang tetap mendirikan shalat, wahai Rabb-ku perkenankanlah doaku.Wahai Rabb kami, berikanlah ampunan untukku dan kedua orang tuaku. Dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab.”
 Kemudian dalam An Nahl ayat 19 tentang nabi Sulaiman ‘alaihi salam. Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugrahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengajarkan amal shalih yang Engkau ridlai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.”
 Ayat-ayat diatas menunjukan bahwa bakti kepada orang tua merupakan sifat yang menonjol bagi para nabi. Semua nabi berbakti kepada kedua orang tua mereka. Dan ini menunjukan bahwa berbakti kepada orang tua adalah syariat yang umum. Setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ke muka bumi selain diperintahkan untuk menyeru umatnya agar berbakti kepada Allah, mentauhidkan Allah dan menjauhi segala macam perbuatan syirik juga diperintahkan untuk menyeru umatnya agar berbakti kepada orang tuanya. Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dalam amal adalah yang paling utama. Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Dari sahabat Abu Abdirrahman Abdulah bin Mas’ud radliallahu ‘anhu:
 “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang amal-amal paling utama dan dicintai Allah? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘pertama Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat diawal waktunya), kedua berbakti kepada kedua dua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah’.” [HR. Bukhari I/134, Muslim No. 85, Fathul Baari 2/9]
 Demikian semoga tulisan ini bermanfaat, agar kesalahpahaman antara sungkem yang dalam budaya Jawa dianggap sebagai penghormatan, tidak dipandang keliru oleh budaya lainnya. Mohon maaf semoga dengan penjelasan ini tidak ada yang salah sangka.
 Dan semoga Allah Swt senantiasa memberikan taufiq agar kita dapat selalu terjaga untuk melakukan ibadah yang dicintai-Nya


Oleh: Rayhan Imam

Puasa Sunnah Asyura Oleh; Rayhan Imam

     Hari Asyura merupakan hari kesepuluh Muharram dan kaum Muslimin disunahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berpuasa.Ceritanya, pada permulaan hijrah ke Madinah Rasulullah SAW melihat kaum Yahudi melaksanakan puasa tanggal 10 Muharram. Rasulullah SAW bertanya, "Puasa apa ini?" Para sahabat menjawab, "Ini adalah puasanya Nabi Shaleh AS, juga puasa pada hari di mana Allah SWT menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka sehingga Nabi Musa berpuasa." Rasulullah SAW bersabda, "Aku lebih berhak atas Musa daripada mereka (kaum Yahudi), sehingga Rasulullah SAW berpuasa dan menyuruh (kaum Muslimin) berpuasa." (HR. Bukhari).

     Menurut sebagian riwayat, beberapa peristiwa istimewa pada hari Asyura antara lain:
diselamatkannya Nabi Nuh AS beserta kaumnya dari banjir bandang yang terjadi pada zamannya dan diselamatkannya Nabi Yunus AS dari perut ikan paus yang memangsanya. Rasulullah SAW sendiri telah melaksanakan puasa Asyura bersama kaum Muslimin di Makkah sebelum datangnya kewajiban puasa Ramadhan. Namun, setelah Allah SWT mewajibkan puasa Ramadhan, 
Imam Irfa'i
       Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah SWT. Barangsiapa yang berkehendak maka ia dapat melakukan puasa atau meninggalkannya (tidak melakukannya)." (HR. Muslim). Selain kaum Yahudi, kaum jahiliyah di Makkah juga memiliki tradisi puasa Asyura, sehingga puasa Asyura cukup masyhur bagi mereka. Syariat puasa Asyura kendati boleh dilakukan secara mandiri hanya satu hari tanggal 10 Muharram, namun Jumhur Ulama berpandangan mengenai kesempurnaan puasa tersebut bila digabung dengan puasa Tasu'a (tanggal 9 Muharram). Hal tersebut karena pada saat Rasulullah bersama sahabat berpuasa Asyura, sebagian sahabat menyatakan hari itu adalah hari yang diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani, Rasulullah SAW bersabda, "Insya Allah, pada tahun mendatang kita akan berpuasa yang dimulai dari hari kesembilan Muharram (Tasu'a)."
      Namun, sebelum bulan Muharram tahun depan tiba Rasulullah SAW telah wafat, sehingga menurut para ulama, hikmah disunahkannya puasa Tasu'a dengan Asyura adalah untuk membedakan puasa kaum Muslimin dan Kaum Yahudi.Sejak saat itu, para sahabat dan salafus shaleh mentradisikan puasa Tasu'a dan Asyura yang dilatarbelakangi oleh berbagai keutamaan sebagaimana tersebut di dalam hadis berikut:
Ibnu Abbas RA berkata, “Aku tidak melihat Rasulullah SAW berniat puasa dan mengharapkan keutamaan pahala yang utama kecuali pada hari ini, yaitu hari Asyura dan bulan ini (Ramadhan)." (HR. Bukhari).
       Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Puasa tiga hari pada setiap bulan dan Ramadan ke Ramadhan adalah puasa satu tahun penuh, puasa Arafah menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang, sedangkan puasa Asyura menghapuskan dosa tahun lalu." (HR. Muslim).

     Adapun kebisaan kaum Muslimin menyantuni anak yatim dan fakir miskin maupun keluarga di bulan Muharram, didasarkan pada hadis Rasulullah SAW, "Barangsiapa meluaskan (perkara) bagi keluarganya pada hari Asyura, maka Allah SWT akan meluaskan (perkara) baginya sepanjang tahun." (HR. Baihaqi).

     Demikianlah keutamaan hari Asyura, semoga Allah SWT memberikan kemudahan bagi kita dalam memperbanyak kebajikan dan berpuasa Tasu'a dan Asyura sebagai bentuk kecintaan kita dalam melestarikan sunah Rasulullah SAW. Wallahu a'lam bis shawab.

Detik-Detik Kedatangan Bulan Ramadhan

       
        Ketahuilah bahwa kita kini berada di akhir bulan Sya'ban. Dengan berakhirnya bulan Sya'ban ini kita akan bertemu dengan satu bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam seluruh dunia yaitu bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kita akan menyambut kedatangan bulan mulia tersebut dengan gembira karena didalamnya terdapat kelebihan dan keutamaan yang tidak ada pada bulan-bulan yang lain. Apakah kita sudah melakukan persiapan-persiapan dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan dan bagaimanakan persiapan kita untuk menyambut bulan mulia tersebut? Kita bersyukur kepada Allah s.w.t. karena dengan nikmat kesehatan, kesejahteraan, ketenteraman, keamanan dan dipanjangkannya usia kita, maka kita masih bisa berjumpa lagi dengan Ramadhan kali ini dan dapat melaksanakan ibadah puasa yang menjadi salah satu kewajiban kita. Allah berfirman:
 Oleh: Deni Susanto (MTs Plus Bahrul Ulum Sungailiat Prov. Bangka Belitung)


يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ (١٨٣(
Deni Susanto
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (183)
Dalam kesempatan ini kita mengajak umat Islam agar bersiap-siap dan penuh tekat untuk menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya. Marilah kita menghayati kembali tata cara Rasulullah s.a.w. dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan yang mulia agar Ramadhan kali ini dapat memberikan bekas yang positif dan kesan yang mendalam terhadap keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah s.w.t.
Di antara tatacara menyambut bulan Ramadhan yang dilakukan Rasulullah s.a.w. adalah sbb:
1.    Rasulullah s.a.w. membanyak puasa di bulan Sya'ban;
2. Rasulullah s.a.w. mengadakan ceramah-ceramah agama kepada para sahabatnya di akhir bulan Sya'ban dengan menghadirkan tema-tema terkait keutamaan dan kelebihan bulan Ramadhan seperti sabda baginda Rasulullah s.a.w. dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a.

"قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ الله عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ فِيْهِ يُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتَغُلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ، فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ ".
Sesungguhnya telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, yaitu bulan yang diberkati, Allah mewajibkan kepada kalian puasa di dalamnya, di dalamnya terbuka pintu-pintu sorga dan tertutup pintu-pintu neraka Jahim dan di dalamnya dibelenggu para setan, di dalamnya terdapat malam yang lebih utama dari seribu bukan. Barangsiapa yang tidak diberikan kepadanya kebaikan selama bulan tersebut berarti telah tidak diberikan kepadanya segala bentuk kebaikan"
3.    Memberikan ucapan selamat atas kedatangan bulan Ramadhan yang diberkati. Ketika bulan Ramadhan datang, Rasulullah s.a.w. mengucapkan selamat kepada para sahabat dengan ungkapan:

"أَتَاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَأَهْلاً، جَاءَ شَهْرُ الصِّيَامِ  بِالْبَرَكَاتِ فَأَكْرِمْ بِهِ مِنْ زَائِرِ هُوَاتٍ." (حديث رواية الطبراني)

"Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, pemimpin segala bulan, maka selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa dengan membawa beragam keberkahan, maka alangkah mulianya tamu yang datang itu"
           Sebagaimana kita ketahui, ibadah puasa merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim dengan penuh tanggung jawab. Ibadah yang hanya sebulan dalam setahun ini sering dijadikan tolak ukur dan ujian bagi keimanan dan ketaqwaan hamba kepada Tuhannya. Maka kita dapati berbagai perasaan yang beragam di kalangan umat Islam dalam menyambut bulan puasa ini. Ada yang begitu gembira meluap-luap dan penuh semangat, tetapi juga ada pula yang sebaliknya merasa resah dan kuatir serta ada pula yang berperasaan biasa-biasa saja cuek dan tidak peduli.
          Selayaknya kita menyambut bulan ini dengan perasaan yang wajar namun logis, agar kita masuk dalam golongan orang-orang yang diberi kekuatan dan kesabaran dalam menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Perasaan tersebut harus direalisasikan dalam bentuk mempersiapkan diri secara fisik, mental dan spiritual.
Persiapan fisik adalah dengan menanamkan paradigma bahwa kesehatan jasmani adalah penting. Maka Islam menuntut umatnya agar menjaga kesehatan supaya senantiasa kuat, bertenaga dan bebas dari penyakit. Upaya menjaga fisik agar sehat dan tidak sakit adalah dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, namun halal dan bersih serta menjauhi makanan yang kurang sehat, kotor apalagi yang diharamkan oleh agama. Allah berfirman:
وَكُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬ا‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ أَنتُم بِهِۦ مُؤۡمِنُونَ (٨٨(
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (88)
Persiapan mental artinya mari kita sambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh rasa syukur kepada Allah dan dengan kegembiraan. Hendaklah kita tanamkan tekad dan niat kita untuk memberbaiki diri, memperbaiki ibadah puasa kita agar lebih baik dari sebelumnya.
Persiapan secara spiritual, adalah membekali diri kita dengan ketentuan, aturan dan hukum-hukum puasa, adab dan etikanya serta amalan-amalan yang biasa dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. selama bulan puasa. Di samping itu, hendaklah kita berusaha membersihkan hati kita dari sifat-sifat tercela seperti sombong, takabbur, dengki, tamak dan sifat-sifat hina lainnya agar ibadah yang kita laksanakan diterima oleh Allah s.w.t.

Akhirnya, marilah kita persiapkan diri kita secara menyeluruh dan sempurna namun semampu kita dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Kita berusaha dan berdoa agar mampu melaksanakan ibadah puasa dengan sempurna. Yang tidak mampu melaksanakan puasa karena udzur dan halangan, marilah kita ciptakan suasana menghidupkan spirit ikut melaksanakan ibadah puasa.

Ada beberapa ajaran Rasulullah s.a.w. yang penting untuk kita teladani dalam menyambut bulan suci Ramadhan, yaitu:
 
  • Pertama: kita dituntut untuk mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah s.a.w. dengan memperbanyak amal salih dan meninggalkan maksiat;
  • Kedua: Kita dituntut untuk mempererat tali silaturrahmi antar kita, baik dengan keluarga, handai taulan, sahabat tetangga kita;
  • Ketiga: Kita dituntut untuk memperbanyak sedekah dan membantu mereka yang memerlukan bantuan agar mereka juga dapat melaksanakan puasa dan menikmati kegembiraan bersama Ramadhan;
  • Keempat: Kita dianjurkan untuk meramaikan masjid-masjid dan musholla-muhsolla dengan berbagai ibadah seperti sholat tarawih berjamaan dan membaca al-Quran baik sendiri maupun kolektif.
  • Kelima: Kita dianjurkan untuk menghidupkan semangat persatuan dan kesatuan antar kita selama bulan Ramadhan. Rasa lapar kita adalah ajakan untuk bersolidaritas dengan sebagian saudara-saudara kita yang setiap saat dilanda kelaparan dan kesusahan hidup.

Semoga kita menjadi sebaik-baik umat selama bulan Ramadhan mendatang.

Kamis, 06 Juni 2013

Merealisasikan Ucapan “Rasul Panutan Kami”


Imam Irfa'i
Jama'ah Jum'at yg di rahmati Allah SWT..

Untuk merealisasikan semboyan ini sudah barang tentu dengan mencontoh dan meneladani seluruh perangai Rasulullah yang telah mencapai puncak kesempurnaan dan menjadi “obor” kegelapan. Di saat dunia semakin rapuh, manusia mendapat angin segar dari keluhuran budi perti beliau.
Perangai luhur yang dimiliki Rasulllulah saw mencakup seluruh aspek, baik yang berkaitan dengan masalah ibadah, kezahidan maupun yang berkaitan dengan keliahaian berpolitik dan ketegarannya memegang prinsip.
Marilah lita mencoba menyelemai “telaga’ keagungan beliau dengan harapan dapat meneguk airnya yang bening untuk menebus dahaga terhadap “figur” yang selama ini kita butuhkan. Juga untuk menebus dosa-dosa kejahiliyahan yang telah sekian lama menempel pada relung-relung jiwa dan raga kita.
Ibadah Rasulullah Saw
Dalam soal ibadah, Rasullulah Saw telah mencapai tinggkat yang paling tinggi, antara lain seperti yang diceritakan oleh Mughirah bin Syu’bah Ra. Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah melakukan shalat malam sampai kakinya bengkak karena terlau lama berdiri. Ketika itu beliau ditanya oleh Aisyah Ra, isterinya, “Wahai, kakanda bukankah Allah telah dan akan mengampuni dosa-dosamu, mengapakah engkau begitu tekun dalam beribadah?” Mendengar pertanyaan itu, beliau balik bertanya, “Apakah dengan begitu aku menjadi enggan untuk menjadi hambaNya yang bersyukur?” (HR. Bukhari-Muslim)
Diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari Alqamah, katanya, “Aku pernah bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah ra: Apakah Rasullulah saw mengkhususkan beberapa hari untuk beribadah sebanyak-banyaknya?” Aisyah Ra lantas berkata, Tidak, beliau melakukan ibadah terus-menerus.”
Demikianlah, betapa erat keterpautan hati beliau dengan Allah swt. Beliau berada disisiNya dalam setiap waktu. Beliau melakukan shalat malam tapi juga menyisihkan sebagiannya untuk siang hari. Dalam shalatnya beliau merasakan kelezatan batin dan kesejukan hati. Beliau melarang sahabatnya mengikutinya apabila mereka tidak sanggup melakukannya. Aisyah ra menceritakan bahwa terkadang Rasullulah meninggalkan suatu perkerjaan yang “amat disenanginya” tersebut. Ini disebabkan karena ia khawatir jangan sampai umatnya mengikutinya dan mejadikan perbuatan itu sebagai sesuatu yang wajib dilakukan. Beliau paham betul hal ini tentu akan memberatkan umatnya.

 Jama'ah Jum'at yg di rahmati Allah SWT..
Ada satu hal lagi yang mencengangkan yakni kemampuan beliau memadukan ibadah yang begitu mantap dengan aktifitas-aktifitas lainnya, seperti tugas berdakwah dan panggilan jihad.
Dala segala hal beliau selalu paling unggul. Misalnya dalam memegang kendali pemerintahan, memilih diplomat untuk berkonsultasi dengan raj-raja, menyambut diplomat yang datang kepadanya, memimpin rombongan pasukan, dalam berdiskusi dengan ahli ahli kitab dan pejabat-pejabat tinggi, menyediakan sarana perang dan mempelajari sebab musabab suatu kekalahan. Begitu pula dalam mengupah dengan seadil-adilnya. Beliau acapkali berkata, “ Jika aku tidak dapat berbuat adil, lalu siapa lagi yang akan berbuat adil?”
Dalam berdakwah, beliau selalu menerangkan hukum syariat Allah dengan terperinci, jelas dan tuntas. Beliau juga selalu menolak sesuatu yang belum direstui Allah swt.
Kunci rahasia dari persetasi ibadah beliau terdapat pada ketekunannya melakukan shalat tahajjud, berzikir, berdoa dan jenis ibadah lainnya sesuai dengan perintah Robbnya.
Mengenai shalat tahajjud, Allah swt memang telah berpesan kepada hambaNya:
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (Qs Al Muzzammil : 1-6)
“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu tanbahan bagimu. Mudah-mudahan Robbmu mengangkat kamu ke tempat yang teruji.” ( Qs Al isra’ : 79)

 Jama'ah Jum'at yg di rahmati Allah SWT......
Ketawadhuan Rasulullah Saw
Di sini kami akan mengangkat ke permukaan sekeping kecil dari sekian banyak sifat ketawadhuan yang menghiasi pribadi Muhammad saw yang mulia.
Orang yang hidup semasa Rasulullah saw mengatakan bahwa apabila beliau berjumpa dengan para sahabatnya, maka beliaulah yang terlebih dahulu memberi salam. Apabila beliau bersalaman, maka beliau tidak menarik tangannya sebelum orang itu dulu yang melepaskannya.. Apabila beliau mengahadiri suatu pertemuan dengan para sahabatnya, maka beliau duduk dibagian mana saja yang kosong. Apabila beliau pergi kepasar maka beliau sendiri yang membawa barang belanjaannya.
Beliau selalu memenuhi undangan, walaupun undangan itu datang dari hamba sahaya. Beliau menerima udzur seorang yang berhalangan. Beliau menambal pakaiannya dan menjahit sepatunya sendiri. Beliau menambatkan untanya dan makan bersama-sama dengan pembantu.
Beliau juga memiliki sifat-sifat luhur tersebut berkat didikan langsung dari Allah swt lewat firmanNya:
“ Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang beriman.” (Qs Asy Syu’ara : 215)
Ketegaran Rasululah Saw
Ketegaran dalam pinsip dan ketegasan dalam pendirian merupakan satu di antara sifat-sifat Nabi yang paling menonjol. Hali ini terbukti pada kegigihannya menyampaikan misi dakwahnya tanpa berkedip sedikitpun oleh hempasan derita serta oleh sengatan api kedengkian yang panas membara. Bahkan justru semakin bertambah kuat keimanannya dan semangatnya. Dengan penuh optimisme beliau meminta bala bantuan kepada Robbnya sambil berdoa: Ya Robbku, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan tenagaku, kekurangan usahaku dan kehinaanku di hadapan orang banyak. Engkaulah Yang Maha Penyayang. Engkaulah Robb orang-orang yang lemah. Engkaulah Robbku. Kepada siapakah aku Engkau serahkan kepada orang yang akan menyiksa aku, atau kepada musuh yang Engkau kuasakan padanya urusanku? Kalau Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Namun, tentu kepamaafanMu untukku masih lebih luas. Aku berlindung dengan wajahMu yang dengannya segala kegelapan menjadi terang benderang sehingga urusan dunia dan akhirat menjadi baik. Janganlah murka-Mu menimpa diriku atau kebencianMu jatuh kepadaku. KepadaMu lah tempat kembaliku, sampai Engkau ridha. Tiada daya dan upaya kecuali dengan Engkau.”
Beliau telah sering disakiti kaum Quraisy dengan segala macam cara. Bahkan sampai hati mereka melemparinya denga batu dan meyiraminya dengan tanah. Melihat ayahnya diperlakukan demikian kejam, si kecil Fatimah keluar rumah dan membersihkan tanah yang menimpa kepala beliau sambil menangis tersedu-sedu.
Mendengar tangis puteri tercintanya, hatinya tersayat. Dalam suasana kesedihan yang mencekam beliau membisikkan perkataan di telinga puterinya, “Sudahlah anakku, Fatimah, percayalah, Allah tetap melindungi ayahmu. Demi Allah, kaum Quraisy tidak akan mengusik ku selagi Abu Thalib masih hidup.”
Kini cobalah perhatikan ketegasan sikapnya terhadap pamannya sendiri, Abu Tahlib, tatkala dia merasa pamannya akan menyerahkan dia dan melepaskan pembelaanya dan menyia-nyiakannya. Secara spontan terlontarlah perkataannya yang abadi dan terbit dari hati yang suci bersih. Beliau berkata, “Demi Allah, wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di sebelah kananku dan bulan di sebelah kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah menampakkannya atau aku binasa karenanya. “
Melihat anak saudaranya yang begitu bersemangat dan berpendirian kokoh, Abu Thalib pun terharu. Akhirnya ia berkata kepada kemenakannya, “Berangkatlah wahai kemenakanku. Sampaikanlah apa saja yang engkau senangi. Demi Allah, aku tidak akan menyia-nyiakan dirimu. Percayalah, mereka tidak akan mengusikmu sampai aku mati berkalang tanah.”
Kini telah sama-sama mengetahui bagaimana antusiasnya kaum musyrikin dalam menghalangi kegiatan dakwah Rasullulah Saw. Mereka berusaha dengan berbagai cara, antara lain dengan membujuk rayu, mengintimidasi, menekan dari berbagai penjuru, mencaci maki, menyebarkan berita gosip dan memboikot total segala aktifitas Rasulullah dan pengikutnya. Tapi semua itu tidak mmebuat beliau lemah dan surut.
Beberapa saat setelah beliau hijrah ke Madinah, kaum musyrikin menyusul dengan serombongan pasukan yang dipersenjatai dengan perlengkapan perang. Mereka hendak menggempur Rasulullah dan para sahabatnya. Namun hal itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Beliau tetap pada pendiriannya memperjuangkan risalah Islam.

 Jama'ah Jum'at yang di rahmati Allah SWT..............
Akhirnya sampailah pada puncak kegemilangan. Islam memperoleh eksistensi dan kemenangan yang gemilang dan dapat membentuk daulah islamiyah. Ini semua berkat kegigihan, kerja keras dan ketabahan hati yang disumbangkan sang pengemban risalah suci, Rasulullah saw.
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya”. (Qs. Al Maa’idah : 67)
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (Qs Al Ahqaaf : 35)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Qs Al Baqarah : 214)
Kefasihan Lidah Dan Etika Bicaranya
Disini penulis akan mengungkapkan beberapa contoh lagi mengenai pribadi Rasulullah saw yang sekiranya patut diteladani oleh seorang muslim sebagai ciri khasnya, yakni kefasihan berbicara dan etika penyampainnya.
Rasulullah saw apabila bicara, perkataannaya amat terperinci dan gamblang. Seorang yang mendengarkannya dengan mudah dapat mengitungnya bila ia mau. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah Ra. Katanya “Cara bertutur kata Rasulullah berbeda dengan kalian dia mengucapkan perkataan yang apabila orang mau menghitungnya maka ia sanggup melakukannya.”
Dirwayatkan pula oleh Abu Daud dari Aisyah Ra, katanya, “Ucapan Rasulullah saw begitu terperinci sehingga dapat dipahami oleh semua penedangarnya.”
Dalam shahih Bukhari dan Muslim, Anas meriwayatkan, bila Rasulullah berbicara maka perkataannya itu diulanginya sampai tiga kali sehingga betul-betul dipahami. Kata-katanya begitu gamblang, tidak beruntun dan tidak berbeli-belit. Dia juga tidak senang berpanjang lebar dalam pembicaraan.
Beliau tidak senang dengan intonasi suara yang dipaksakan dan tekanan suara yang berlebihan. Sunan Abu Daud dan Thrimdzi dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasullulah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt membenci orang yang berlagak fasih, sambil melengkung-lengkungkan lidahnya seperti kerbau melengkung-lengkungkan lidahnya.”
Rasulullah saw sangat ramah bila berjumpa dengan sesorang. Beliau sangat menghormati orang-orang yang duduk bersamanya. At Thabrani meriwayatkan dari Amrul ibnul Ash, katanya, “Rasulullah saw mengarahkan mukanya dengan penuh keakraban kepada orang yang diajaknya bicara, sekalipun dia hanya orang awam. Hal ini pernah dilakukannya terhadapku, sampai-sampai aku menyangka bahwa akulah yang paling mulia dan terpenting di antara orang-orang yang hadir. Maka aku bertanya kepada beliau. “ Wahai Rasulullah, mana yang lebih baik antara aku dengan Abu Bakar?” Rasullulah menjawab, “Abu Bakar.” Lalu aku bertanya lagi, “Apakah aku lebih baik atau Umar? Rasulullah saw, menjawab: “Umar” Lalu aku bertanya lagi: “Ya Rasulullah siapa yang lebih baik aku atau Utsman? Rasululah menjawab: “Utsman”. Ketika hendak bertanya untuk yang keempat kalinya, dia menyapaku supaya diam, maka aku pun tidak menanyainya lagi.
Selain keramah tamahannya beliau juga selalu tampil dengan wajah cerah, murah senyum dan penuh simpati dalam pergaulan. Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sabda yang baik dari jabir Ra, katanya, “Apabila Rasulullah saw sedang menerima wahyu atau suatu perintah , maka aku melihaynya seperti orang yang sedang ditimpa beban berat. Tetapi setelah itu aku melihat wajahnya berseri-seri penuh senyum keramahan. Dia tidak pernah menjulurkan kakinya di antara sahabat-sahabatnya.”
Apabila menyampaikan khutbah, beliau tidak bertele-tele atau panjang lebar sehingg pendengarnya tidak meresa jenuh. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Jabir Ra. Katanya, Rasulullah tidak memanjangkan khutbah pada hari Jum’at. Beliau mengucapkan khutbah hanya beberapa patah kata saja.”

  Jama'ah Jum'at yang di rahmati Allah SWT.............
Kepiawaian Rasulullah Saw Dalam Berpolitik
Dalam meniti karir poltiknya, Nabi Saw memfokuskan perhatiannya pada tiga obyek utama, yakni cara bergaul dengan sahabat-sahabatnya, metode berdiplomasi dengan musuh dan pola kepengurusan mereka.
Dalam berhubungan dengan sahabat-sahabatnya, beliau sangat memprioritaskan segi moralitas yang tinggi. Beliau memperlakukan mereka dengan segenap kesantunan dan kebijaksanaan, sehingga tidak heranlah kalau para sahabatnya begitu simpati kepadanya.
Diriwayatkan oleh muslim bahwa Muawiyah bin Hakam pernah bercerita, “Ketika aku sedang shalat di belakang Nabi saw, tiba-tiba ada sesorang yang bersin. Maka aku mengucapkan yarhamakumullahu. Para jama’ah tiba-tiba memukulkan tangannya di atas pahanya masing-masing agar aku diam. Setelah Rasullulah selesai shalatnya, belaiu diam saja tidak membentak atau mencelaku, apalgi memukulku. Beliau cuma menasehatiku, katanya, “Di dalam shalat tidak dibenarkan berbicara kecuali bertasbih, bertakbir dan membaca Al Qur’an. “ Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pendidik yang lebih bijaksana dari beliau”
Mengenai kelihainya berdiplomasi dengan musuh sudah sering dibuktikannya, dan yang paling menojol adalah ketika beliau tengah melangsungkan perjanjian perdamaian hudaibiyah. Beliau berhasil meredam konflik yang selama ini menghangat antara kaum muslimin dengan pihak kaum Quraisy. Dari meja perundingan inilah, proses penaklukan kota Mekah menjadi semakin mudah.
Dalam bidang ekeskutif beliau senantiasa mendapat sanjungan dari para politikus di setiap kurun waktu. Dia adalah orang yang sangat pandai, matangh dalam berpikir dan mapan dalam manajemen. Dengan taktik itulah beliau mampu mengahadapi berbagai kendala yang akhirnya membuahkan kesuksesan gemilang. Dengan taktik itu juga beliau sanggup menggariskan jalur yang akan dilalui umatnya dalam rangka menggapai kejayaan, keagungan dan kamuliaan.
Oleh karena itu setelah beliau sampai di Madinah, yang menjadi pogram pertamanya adalah pembangunan mesjid sebagai sarana penting dan berfungsi ganda. Selain itu masjid juga digunakan sebagai pusat kegiatan ritual, majelis syura, tempat pengkajian dan pengkaderan, pusat kegiatan dakwah, keilmuwan dan tempat pengadilan.
Dalam waktu relatif singkat, terwujudlah sudah sebuah masyarakat yang bersatu di bawah panji persaudaran dan solidaritas tinggi. Kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Sementara itu suku Aus diintegrasikan dengan suku Khazraj sehingga mereka menjadi hamba-hamba Allah yang bersatu dan bersaudara bak komponen bangunan yang saling memperkuat.
Akhirnya masyarakat Madinah terbebas dari belenggu dominasi orang-orang Yahudi. Sementara itu pengaruh orang-orang musyrik di Mekah menjadi lumpuh total dan pada gilirannya meratalah konsepsi syariat Islam ke seluruh jazirah Arab secara umum.

  Jama'ah Jum'at yang di rahmati Allah SWT.............
Mana mungkin Nabi saw tidak sukses dalam politik dan menarik simpati sahabat-sahabatnya, padahal Allah lah yang langsung memberinya “formula’ serta metode yang jitu.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu” (Qs Ali ‘Imran 159)
Inilah aplikasi dan realisasi semboyan “Rasul Panutan Kami” Sebetulnya apa yang telah disebutkan di atas tidak lebih dari seceduk saja.
Kini yang dituntut dari kita adalah tekad serta semangat tinggi untuk meneladani sifat-sifat kesempurnaan yang ada pada diri Nabi saw, baik dalam ibadahnya, kezahidannya, ketawadhunnya , kebijaksanannya, pendiriannya dan dalam sifat-sifat agung lainya.
Jika kita telah mengaplikasikan makna serta tujuan semboyan di atas, maka pada saat itu mata dunia akan terbuka lebar dan akan mengetahu bahwa kalian adalah umat yang idealis dan realistis , buka umat yang pandai bersilat lidah tanpa pengamalan apa-apa.

Wassalam

Rayhan Imam