IRMAS SELALU DI HATI

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)

Kamis, 06 Juni 2013

Merealisasikan Ucapan “Rasul Panutan Kami”


Imam Irfa'i
Jama'ah Jum'at yg di rahmati Allah SWT..

Untuk merealisasikan semboyan ini sudah barang tentu dengan mencontoh dan meneladani seluruh perangai Rasulullah yang telah mencapai puncak kesempurnaan dan menjadi “obor” kegelapan. Di saat dunia semakin rapuh, manusia mendapat angin segar dari keluhuran budi perti beliau.
Perangai luhur yang dimiliki Rasulllulah saw mencakup seluruh aspek, baik yang berkaitan dengan masalah ibadah, kezahidan maupun yang berkaitan dengan keliahaian berpolitik dan ketegarannya memegang prinsip.
Marilah lita mencoba menyelemai “telaga’ keagungan beliau dengan harapan dapat meneguk airnya yang bening untuk menebus dahaga terhadap “figur” yang selama ini kita butuhkan. Juga untuk menebus dosa-dosa kejahiliyahan yang telah sekian lama menempel pada relung-relung jiwa dan raga kita.
Ibadah Rasulullah Saw
Dalam soal ibadah, Rasullulah Saw telah mencapai tinggkat yang paling tinggi, antara lain seperti yang diceritakan oleh Mughirah bin Syu’bah Ra. Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah melakukan shalat malam sampai kakinya bengkak karena terlau lama berdiri. Ketika itu beliau ditanya oleh Aisyah Ra, isterinya, “Wahai, kakanda bukankah Allah telah dan akan mengampuni dosa-dosamu, mengapakah engkau begitu tekun dalam beribadah?” Mendengar pertanyaan itu, beliau balik bertanya, “Apakah dengan begitu aku menjadi enggan untuk menjadi hambaNya yang bersyukur?” (HR. Bukhari-Muslim)
Diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari Alqamah, katanya, “Aku pernah bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah ra: Apakah Rasullulah saw mengkhususkan beberapa hari untuk beribadah sebanyak-banyaknya?” Aisyah Ra lantas berkata, Tidak, beliau melakukan ibadah terus-menerus.”
Demikianlah, betapa erat keterpautan hati beliau dengan Allah swt. Beliau berada disisiNya dalam setiap waktu. Beliau melakukan shalat malam tapi juga menyisihkan sebagiannya untuk siang hari. Dalam shalatnya beliau merasakan kelezatan batin dan kesejukan hati. Beliau melarang sahabatnya mengikutinya apabila mereka tidak sanggup melakukannya. Aisyah ra menceritakan bahwa terkadang Rasullulah meninggalkan suatu perkerjaan yang “amat disenanginya” tersebut. Ini disebabkan karena ia khawatir jangan sampai umatnya mengikutinya dan mejadikan perbuatan itu sebagai sesuatu yang wajib dilakukan. Beliau paham betul hal ini tentu akan memberatkan umatnya.

 Jama'ah Jum'at yg di rahmati Allah SWT..
Ada satu hal lagi yang mencengangkan yakni kemampuan beliau memadukan ibadah yang begitu mantap dengan aktifitas-aktifitas lainnya, seperti tugas berdakwah dan panggilan jihad.
Dala segala hal beliau selalu paling unggul. Misalnya dalam memegang kendali pemerintahan, memilih diplomat untuk berkonsultasi dengan raj-raja, menyambut diplomat yang datang kepadanya, memimpin rombongan pasukan, dalam berdiskusi dengan ahli ahli kitab dan pejabat-pejabat tinggi, menyediakan sarana perang dan mempelajari sebab musabab suatu kekalahan. Begitu pula dalam mengupah dengan seadil-adilnya. Beliau acapkali berkata, “ Jika aku tidak dapat berbuat adil, lalu siapa lagi yang akan berbuat adil?”
Dalam berdakwah, beliau selalu menerangkan hukum syariat Allah dengan terperinci, jelas dan tuntas. Beliau juga selalu menolak sesuatu yang belum direstui Allah swt.
Kunci rahasia dari persetasi ibadah beliau terdapat pada ketekunannya melakukan shalat tahajjud, berzikir, berdoa dan jenis ibadah lainnya sesuai dengan perintah Robbnya.
Mengenai shalat tahajjud, Allah swt memang telah berpesan kepada hambaNya:
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (Qs Al Muzzammil : 1-6)
“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu tanbahan bagimu. Mudah-mudahan Robbmu mengangkat kamu ke tempat yang teruji.” ( Qs Al isra’ : 79)

 Jama'ah Jum'at yg di rahmati Allah SWT......
Ketawadhuan Rasulullah Saw
Di sini kami akan mengangkat ke permukaan sekeping kecil dari sekian banyak sifat ketawadhuan yang menghiasi pribadi Muhammad saw yang mulia.
Orang yang hidup semasa Rasulullah saw mengatakan bahwa apabila beliau berjumpa dengan para sahabatnya, maka beliaulah yang terlebih dahulu memberi salam. Apabila beliau bersalaman, maka beliau tidak menarik tangannya sebelum orang itu dulu yang melepaskannya.. Apabila beliau mengahadiri suatu pertemuan dengan para sahabatnya, maka beliau duduk dibagian mana saja yang kosong. Apabila beliau pergi kepasar maka beliau sendiri yang membawa barang belanjaannya.
Beliau selalu memenuhi undangan, walaupun undangan itu datang dari hamba sahaya. Beliau menerima udzur seorang yang berhalangan. Beliau menambal pakaiannya dan menjahit sepatunya sendiri. Beliau menambatkan untanya dan makan bersama-sama dengan pembantu.
Beliau juga memiliki sifat-sifat luhur tersebut berkat didikan langsung dari Allah swt lewat firmanNya:
“ Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang beriman.” (Qs Asy Syu’ara : 215)
Ketegaran Rasululah Saw
Ketegaran dalam pinsip dan ketegasan dalam pendirian merupakan satu di antara sifat-sifat Nabi yang paling menonjol. Hali ini terbukti pada kegigihannya menyampaikan misi dakwahnya tanpa berkedip sedikitpun oleh hempasan derita serta oleh sengatan api kedengkian yang panas membara. Bahkan justru semakin bertambah kuat keimanannya dan semangatnya. Dengan penuh optimisme beliau meminta bala bantuan kepada Robbnya sambil berdoa: Ya Robbku, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan tenagaku, kekurangan usahaku dan kehinaanku di hadapan orang banyak. Engkaulah Yang Maha Penyayang. Engkaulah Robb orang-orang yang lemah. Engkaulah Robbku. Kepada siapakah aku Engkau serahkan kepada orang yang akan menyiksa aku, atau kepada musuh yang Engkau kuasakan padanya urusanku? Kalau Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Namun, tentu kepamaafanMu untukku masih lebih luas. Aku berlindung dengan wajahMu yang dengannya segala kegelapan menjadi terang benderang sehingga urusan dunia dan akhirat menjadi baik. Janganlah murka-Mu menimpa diriku atau kebencianMu jatuh kepadaku. KepadaMu lah tempat kembaliku, sampai Engkau ridha. Tiada daya dan upaya kecuali dengan Engkau.”
Beliau telah sering disakiti kaum Quraisy dengan segala macam cara. Bahkan sampai hati mereka melemparinya denga batu dan meyiraminya dengan tanah. Melihat ayahnya diperlakukan demikian kejam, si kecil Fatimah keluar rumah dan membersihkan tanah yang menimpa kepala beliau sambil menangis tersedu-sedu.
Mendengar tangis puteri tercintanya, hatinya tersayat. Dalam suasana kesedihan yang mencekam beliau membisikkan perkataan di telinga puterinya, “Sudahlah anakku, Fatimah, percayalah, Allah tetap melindungi ayahmu. Demi Allah, kaum Quraisy tidak akan mengusik ku selagi Abu Thalib masih hidup.”
Kini cobalah perhatikan ketegasan sikapnya terhadap pamannya sendiri, Abu Tahlib, tatkala dia merasa pamannya akan menyerahkan dia dan melepaskan pembelaanya dan menyia-nyiakannya. Secara spontan terlontarlah perkataannya yang abadi dan terbit dari hati yang suci bersih. Beliau berkata, “Demi Allah, wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di sebelah kananku dan bulan di sebelah kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah menampakkannya atau aku binasa karenanya. “
Melihat anak saudaranya yang begitu bersemangat dan berpendirian kokoh, Abu Thalib pun terharu. Akhirnya ia berkata kepada kemenakannya, “Berangkatlah wahai kemenakanku. Sampaikanlah apa saja yang engkau senangi. Demi Allah, aku tidak akan menyia-nyiakan dirimu. Percayalah, mereka tidak akan mengusikmu sampai aku mati berkalang tanah.”
Kini telah sama-sama mengetahui bagaimana antusiasnya kaum musyrikin dalam menghalangi kegiatan dakwah Rasullulah Saw. Mereka berusaha dengan berbagai cara, antara lain dengan membujuk rayu, mengintimidasi, menekan dari berbagai penjuru, mencaci maki, menyebarkan berita gosip dan memboikot total segala aktifitas Rasulullah dan pengikutnya. Tapi semua itu tidak mmebuat beliau lemah dan surut.
Beberapa saat setelah beliau hijrah ke Madinah, kaum musyrikin menyusul dengan serombongan pasukan yang dipersenjatai dengan perlengkapan perang. Mereka hendak menggempur Rasulullah dan para sahabatnya. Namun hal itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Beliau tetap pada pendiriannya memperjuangkan risalah Islam.

 Jama'ah Jum'at yang di rahmati Allah SWT..............
Akhirnya sampailah pada puncak kegemilangan. Islam memperoleh eksistensi dan kemenangan yang gemilang dan dapat membentuk daulah islamiyah. Ini semua berkat kegigihan, kerja keras dan ketabahan hati yang disumbangkan sang pengemban risalah suci, Rasulullah saw.
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya”. (Qs. Al Maa’idah : 67)
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (Qs Al Ahqaaf : 35)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Qs Al Baqarah : 214)
Kefasihan Lidah Dan Etika Bicaranya
Disini penulis akan mengungkapkan beberapa contoh lagi mengenai pribadi Rasulullah saw yang sekiranya patut diteladani oleh seorang muslim sebagai ciri khasnya, yakni kefasihan berbicara dan etika penyampainnya.
Rasulullah saw apabila bicara, perkataannaya amat terperinci dan gamblang. Seorang yang mendengarkannya dengan mudah dapat mengitungnya bila ia mau. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah Ra. Katanya “Cara bertutur kata Rasulullah berbeda dengan kalian dia mengucapkan perkataan yang apabila orang mau menghitungnya maka ia sanggup melakukannya.”
Dirwayatkan pula oleh Abu Daud dari Aisyah Ra, katanya, “Ucapan Rasulullah saw begitu terperinci sehingga dapat dipahami oleh semua penedangarnya.”
Dalam shahih Bukhari dan Muslim, Anas meriwayatkan, bila Rasulullah berbicara maka perkataannya itu diulanginya sampai tiga kali sehingga betul-betul dipahami. Kata-katanya begitu gamblang, tidak beruntun dan tidak berbeli-belit. Dia juga tidak senang berpanjang lebar dalam pembicaraan.
Beliau tidak senang dengan intonasi suara yang dipaksakan dan tekanan suara yang berlebihan. Sunan Abu Daud dan Thrimdzi dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasullulah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt membenci orang yang berlagak fasih, sambil melengkung-lengkungkan lidahnya seperti kerbau melengkung-lengkungkan lidahnya.”
Rasulullah saw sangat ramah bila berjumpa dengan sesorang. Beliau sangat menghormati orang-orang yang duduk bersamanya. At Thabrani meriwayatkan dari Amrul ibnul Ash, katanya, “Rasulullah saw mengarahkan mukanya dengan penuh keakraban kepada orang yang diajaknya bicara, sekalipun dia hanya orang awam. Hal ini pernah dilakukannya terhadapku, sampai-sampai aku menyangka bahwa akulah yang paling mulia dan terpenting di antara orang-orang yang hadir. Maka aku bertanya kepada beliau. “ Wahai Rasulullah, mana yang lebih baik antara aku dengan Abu Bakar?” Rasullulah menjawab, “Abu Bakar.” Lalu aku bertanya lagi, “Apakah aku lebih baik atau Umar? Rasulullah saw, menjawab: “Umar” Lalu aku bertanya lagi: “Ya Rasulullah siapa yang lebih baik aku atau Utsman? Rasululah menjawab: “Utsman”. Ketika hendak bertanya untuk yang keempat kalinya, dia menyapaku supaya diam, maka aku pun tidak menanyainya lagi.
Selain keramah tamahannya beliau juga selalu tampil dengan wajah cerah, murah senyum dan penuh simpati dalam pergaulan. Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sabda yang baik dari jabir Ra, katanya, “Apabila Rasulullah saw sedang menerima wahyu atau suatu perintah , maka aku melihaynya seperti orang yang sedang ditimpa beban berat. Tetapi setelah itu aku melihat wajahnya berseri-seri penuh senyum keramahan. Dia tidak pernah menjulurkan kakinya di antara sahabat-sahabatnya.”
Apabila menyampaikan khutbah, beliau tidak bertele-tele atau panjang lebar sehingg pendengarnya tidak meresa jenuh. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Jabir Ra. Katanya, Rasulullah tidak memanjangkan khutbah pada hari Jum’at. Beliau mengucapkan khutbah hanya beberapa patah kata saja.”

  Jama'ah Jum'at yang di rahmati Allah SWT.............
Kepiawaian Rasulullah Saw Dalam Berpolitik
Dalam meniti karir poltiknya, Nabi Saw memfokuskan perhatiannya pada tiga obyek utama, yakni cara bergaul dengan sahabat-sahabatnya, metode berdiplomasi dengan musuh dan pola kepengurusan mereka.
Dalam berhubungan dengan sahabat-sahabatnya, beliau sangat memprioritaskan segi moralitas yang tinggi. Beliau memperlakukan mereka dengan segenap kesantunan dan kebijaksanaan, sehingga tidak heranlah kalau para sahabatnya begitu simpati kepadanya.
Diriwayatkan oleh muslim bahwa Muawiyah bin Hakam pernah bercerita, “Ketika aku sedang shalat di belakang Nabi saw, tiba-tiba ada sesorang yang bersin. Maka aku mengucapkan yarhamakumullahu. Para jama’ah tiba-tiba memukulkan tangannya di atas pahanya masing-masing agar aku diam. Setelah Rasullulah selesai shalatnya, belaiu diam saja tidak membentak atau mencelaku, apalgi memukulku. Beliau cuma menasehatiku, katanya, “Di dalam shalat tidak dibenarkan berbicara kecuali bertasbih, bertakbir dan membaca Al Qur’an. “ Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pendidik yang lebih bijaksana dari beliau”
Mengenai kelihainya berdiplomasi dengan musuh sudah sering dibuktikannya, dan yang paling menojol adalah ketika beliau tengah melangsungkan perjanjian perdamaian hudaibiyah. Beliau berhasil meredam konflik yang selama ini menghangat antara kaum muslimin dengan pihak kaum Quraisy. Dari meja perundingan inilah, proses penaklukan kota Mekah menjadi semakin mudah.
Dalam bidang ekeskutif beliau senantiasa mendapat sanjungan dari para politikus di setiap kurun waktu. Dia adalah orang yang sangat pandai, matangh dalam berpikir dan mapan dalam manajemen. Dengan taktik itulah beliau mampu mengahadapi berbagai kendala yang akhirnya membuahkan kesuksesan gemilang. Dengan taktik itu juga beliau sanggup menggariskan jalur yang akan dilalui umatnya dalam rangka menggapai kejayaan, keagungan dan kamuliaan.
Oleh karena itu setelah beliau sampai di Madinah, yang menjadi pogram pertamanya adalah pembangunan mesjid sebagai sarana penting dan berfungsi ganda. Selain itu masjid juga digunakan sebagai pusat kegiatan ritual, majelis syura, tempat pengkajian dan pengkaderan, pusat kegiatan dakwah, keilmuwan dan tempat pengadilan.
Dalam waktu relatif singkat, terwujudlah sudah sebuah masyarakat yang bersatu di bawah panji persaudaran dan solidaritas tinggi. Kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Sementara itu suku Aus diintegrasikan dengan suku Khazraj sehingga mereka menjadi hamba-hamba Allah yang bersatu dan bersaudara bak komponen bangunan yang saling memperkuat.
Akhirnya masyarakat Madinah terbebas dari belenggu dominasi orang-orang Yahudi. Sementara itu pengaruh orang-orang musyrik di Mekah menjadi lumpuh total dan pada gilirannya meratalah konsepsi syariat Islam ke seluruh jazirah Arab secara umum.

  Jama'ah Jum'at yang di rahmati Allah SWT.............
Mana mungkin Nabi saw tidak sukses dalam politik dan menarik simpati sahabat-sahabatnya, padahal Allah lah yang langsung memberinya “formula’ serta metode yang jitu.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu” (Qs Ali ‘Imran 159)
Inilah aplikasi dan realisasi semboyan “Rasul Panutan Kami” Sebetulnya apa yang telah disebutkan di atas tidak lebih dari seceduk saja.
Kini yang dituntut dari kita adalah tekad serta semangat tinggi untuk meneladani sifat-sifat kesempurnaan yang ada pada diri Nabi saw, baik dalam ibadahnya, kezahidannya, ketawadhunnya , kebijaksanannya, pendiriannya dan dalam sifat-sifat agung lainya.
Jika kita telah mengaplikasikan makna serta tujuan semboyan di atas, maka pada saat itu mata dunia akan terbuka lebar dan akan mengetahu bahwa kalian adalah umat yang idealis dan realistis , buka umat yang pandai bersilat lidah tanpa pengamalan apa-apa.

Wassalam

Rayhan Imam

Rabu, 05 Juni 2013

Puasa Rajabiyah apakah ada dalilnya?

  

     27 Rajab dipercaya sebagai tanggal terjadinya Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Ternyata, ada sebagian orang yang berpuasa khusus di hari itu dengan alasan bahwa hari itu adalah hari Islam, di mana Allah SWT memberi anugerah besar kepada Rasulullah dengan Isra’ Mi’raj yang terjadi pada hari itu.

Bagaimana sesungguhnya puasa 27 Rajab itu, adakah dalilnya? Berikut jawaban Syaikh Dr Yusuf Qardhawi yang beliau tulis dalam Fiqih Puasa, Semua ini tidak ada dalilnya dalam syariat puasa. Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin untuk mengingat nikmat besar yang dianugerahkan kepada mereka, sebagaimana nikmat dalam Perang Ahzab.

Firman Allah:
Ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika datang pasukan-pasukan kepada kalian, maka Kami utus angin dan pasukan tak terlihat untuk menghancurkan mereka” (QS. Al Ahzab : 9)

Meskipun demikian, mereka tidak pernah mengingat hari-hari ini. Semua melupakan nikmat ini, tenggelam oleh nikmat syawal dan lain-lain.
     Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata, “Para sahabat dan tabiin tak pernah mengkhususkan malam isra’ dengan amalan tertentu, tidak pula memperingatinya dengan acara tertentu. Oleh karena itu, tidaklah malam isra’ dianggap sebagai malam yang paling utama bagi Rasulullah.”

“Tak ada dalil yang diketahui tentang bulannya (terjadi isra’ mi’raj), tentang sepuluh harinya, apalagi hari H nya. Bahkan nukilan tentang itu semua terputus riwayatnya dan saling berselisih. Tak ada yang qath’i tentangnya dan tak ada syariat bagi umat Islam untuk mengistimewakan malam (27 Rajab) itu dengan shalat atau lainnya.” Dengan demikian, meskipun malam 27 Rajab telah termasyhur sebagai malam Isra’ dan Mi’raj, sesungguhnya tak ada dalil tentang itu.

Jadi, demikianlah puasa 27 Rajab atau puasa Isra’ Mi’raj. Syaikh Dr Yusuf Qardhawi telah menerangkan bahwa puasa itu tak ada dalilnya.

Oleh: Imam Irfa'i bin Musidi




Rayhan Imam