Di Susun: Rayhan Imam Irfa'i dan Gus Achmad Chusaini, S.Th.I
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله
أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ
اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ:
فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ:
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah Swt, Pencipta dan
pemelihara alam semesta, yang tiada henti melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya kepada seluruh hamba-Nya, umat manusia di seluruh belahan
bumi ini, terlebih kepada kita pribadi saat ini. Di saat yang sangat
berbahagia ini, dimana kita tertakdir dapat bersimpuh dihadapan-Nya.
Mendapatkan kesempatan untuk menghadapkan segala kerendahan diri dan
kehinaan di hadapan Dzat Yang Maha Mulia dan Perkasa, menghaturkan
segala hajad dan kebutuhan hidup di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa,
curhat atas kelemahan diri dan dosa-dosa di hadapan Allah yang Maha
Pengampun, di masjid yang mulia ini bersama-sama melaksanakan sholat
Idul Adha. Untuk memperingati kejadian besar dalam sejarah kemanusiaan
yang tiada tandingnya. Pengorbanan hidup yang dilakukan oleh
manusia-manusia pilihan, Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Habiibina
Baginda Nabi Muhammad SAW, yang dengan perjuangan dan pengorbanannya
pula telah berhasil menancapkan sendi-sendi iman dan tauhid di dada
umatnya, juga kepada keluarga dan sahabatnya serta pengikut-pengikutnya
sampai hari kiamat yang telah melanjutkan tongkat estafet perjuangan,
sambung menyambung sehingga hasilnya bisa kita nikmati sampai saat ini.
Pengorbanan besar yang telah tercatat dalam sejarah kemanusiaan yang
telah dilakukan oleh manusia-manusia pilihan tersebut, seakan telah
menjadi pondasi bangunan yang kokoh kuat ketika Allah berkehendak
menghidupkan dan membangun kota Mekkah Al-Mukarromah. Tanah yang asalnya
mati dan gersang menjadi kota yang makmur penuh berkah. Tanah dimana
Baitullah akan dibangun di muka bumi ini. Pengorbanan besar itu hari ini
kita peringati, bersama-sama kaum mu’minin dan muslimin di seluruh
dunia, diperingati tidak sekedar untuk mengenang saja, namun juga harus
mampu kita jadikan pelajaran dan tauladan untuk menyemangati hidup kita,
agar kita mendapat kekuatan batin dan jiwa untuk menempuh jalan
kehidupan dengan segala tantangan dan romantika yang ada di dalamnya.
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Idul Adha identik dengan Idul Qurban, tapi qurban yang dimaksudkan
khotib dalam khutbah kali ini bukan sekedar menyembelih hewan qurban
kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima.
Qurban yang dimaksudkan adalah melaksanakan pengurbanan hakiki, yakni
mengurbankan sebagian yang kita miliki dan cintai, baik harta benda
maupun penghormatan untuk dibagikan kepada orang yang lebih membutuhkan,
hal itu dilakukan semata-mata untuk melaksanakan “ta’abbudan lillah”,
semata-mata mengabdi kepada Allah dalam rangka memperingati dan
mengenang pengurbanan besar yang dilakukan Nabiyullah Ibrahim as beserta
keluarganya. Pengurbanan mana yang tidak hanya bisa dijadikan pelajaran
dalam hidup saja, namun juga mampu meningkatkan taraf kehidupan kita,
baik di dunia maupun di akhirat nanti. Pengurbanan yang mampu mengangkat
hasrat kemanusian, meningkatkan kapasitas hidup dan kemampuan pribadi,
menjadi orang mulia baik dihadapan manusia maupun dihadapan Rabbul
Izzah, demikian itu yang pernah dilakukan dan didapatkan Nabiyullah
Ibrahim as beserta keluarganya.
Peristiwa pengurbanan besar tersebut dimulai ketika Nabiyullah
Ibrahim as dengan tulus ihlas dan ridho melaksanakan perintah Allah yang
tidak logis, yakni menempatkan sebagian anggota keluarga tercinta di
tanah Mekkah Al-Mukarromah yang saat itu belum berpenghuni, tanah tandus
tidak berkehidupan, tidak ada air tidak ada makanan, supaya nantinya di
tanah itu manusia mendirikan sholat dan beribadah kepada Allah SWT.
Siti Hajar dan Isma’il, salah satu Istri dari dua istri tercinta dan
satu-satunya putra yang masih dalam susuan, mereka berdua harus
ditinggalkan begitu saja oleh Nabiyullah Ibrahim as di tanah yang
terpencil dan terasing tersebut, berdua harus mempertahankan hidup dalam
sendirian dengan bekal hidup yang pas-pasan.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah SWT dengan firman-Nya dalam
bentuk kalimat doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim AS di dalam kitab suci
al-Qur’an al-Karim:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ
ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ
فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ
الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tumbuhan di dekat rumah
Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu)
agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS.Ibrahim/37)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Pengorbanan yang dimaksud secara kongkrit tergambar dalam bentuk
keihlasan dalam memperjuangkan hidup dan menjalani penderitaan yang amat
sangat dalam rangka mempertahankan kehidupan yang dilakukan oleh
seorang ibu bersama anaknya yang masih dalam susuhan, berdua dalam
kesendirian ditengah luasnya padang pasir yang tidak berpenghuni.
Meskipun Siti Hajar yakin Allah tidak akan menelantarkan hidupnya, namun
melaksanakan keyakinan tersebut ternyata tidak segampang seperti ketika
diucapkan. Sebagaimana ketika dia berkata kepada suaminya disaat
detik-detik suaminya akan meninggalkan dirinya berdua : “Wahai suamiku,
apakah engkau diperintah Allah dalam hal ini?”. Dalam pertanyaan yang
ketiga kalinya baru Nabi Ibrahim as menjawab meski tanpa menoleh, karena
takut hatinya terpengaruh sehingga berakibat buruk, berubah pendirian
dan tidak mampu melaksanakan perintah tidak logis itu: “Benar wahai
Istriku, aku diperintah Allah untuk melakukan ini”. Siti Hajar kemudian
berkata: “Wahai suamiku, jika ini memang perintah Allah, maka lakukan
saja, aku yakin Allah tidak akan menelantarkan kami berdua disini”.
Melaksanakan keyakinan hati ternyata tidak semudah seperti saat
mengucapkannya di bibir. Siti Hajar berdua ternyata harus menghadapi
penderitaan yang amat sangat, sampai-sampai nyawanya berdua hampir
direnggut kematian. Ketika bekal makanan yang ditinggalkan suaminya
sudah habis, padahal air tidak mungkin bisa didapat ditempat yang kering
itu, sedangkan anak yang digendongan menangis tiada henti minta
disusui, padahal air susu sudah tidak keluar lagi karena perut sudah
lama tidak terisi, maka sang Ibu mencoba mencari pertolongan. Dengan
sisa tenaga yang ada Siti Hajar berlari-lari kecil antara dua bukit yang
ada di sekitar tempat itu, bukit Shofa dan Marwa. Dari atas dua bukit
tersebut dia melihat kesana-kemari, berharap dapat menemukan manusia
yang bisa memberikan pertolongan kepadanya, namun sampai 7X pulang
pergi, hasilnya tetap nihil juga, Sang Ibu yang sedang kelelahan dan
lemas karena kelaparan itu tidak juga menjumpai seorangpun yang bisa
memberikan pertolonggan kepadanya. Peristiwa ini diabadikan Allah dengan
firman-Nya:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ
حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ
بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah.
Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa
yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha
Mengetahui.(QS.al-Baqoroh/158)
Pengurbanan berikutnya merupakan pengurbanan yang lebih dahsyat lagi,
bahkan sama sekali tidak masuk di akal sehat. Betapa tidak, seorang
ayah atas isyarat mimpi harus menyembelih satu-satunya putra tercinta.
Perintah Allah tersebut berawal dari bisikan yang mengusik tidur Abal
Anbiya’ Ibrahim As. Allah memberikan wahyu lewat Ru’yah Shodiqoh kepada
nabi-Nya agar menyembelih putra semata wayangnya yang bernama Ismail.
Ketika Ibrahim terjaga dari tidurnya, ia mengira apa yang mengganggu
tidurnya hanyalah bisikan setan sebab sangat tidak mungkin Allah Swt
yang Maha penyayang dan pengasih memerintahkannya untuk menyembelih
putra yang telah lama dinanti-nantikannya tersebut. Namun demikian Nabi
Ibrahim As, mencoba merespon perintah Allah tersebut dengan akalnya,
namun kemudian dia menampik perintah tersebut lantaran tidak bisa
diterima logika. Akan tetapi ketika Allah kembali mengusiknya dengan
mimpi yang sama sampai tiga kali. Nabi Ibrahim Khalilullah ini
mencampakkan akalnya dan menerima perintah Allah tersebut dengan hati
dan imannya secara Taabbudan Lillah, yakni sebagai wujud ketundukan dan
kepatuhan kepada Allah Swt.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah Ta’ala dalam firman-Nya dalam bentuk dialog antara ayah dan anak:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي
أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar”.(QS.Ash-Shofat/102)
Subhanallah !! Dihadapan kematian dengan pedang di tangan ayahnya
sendiri seorang anak dengan tulus berkata : “Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar”. Dihadapan anak tercinta yang sedang
berbaring lemas dipangkuannya dan menyiapkan lehernya untuk digorok oleh
tangannya sendiri, seorang bapak mampu melakukan hal itu semata-mata
karena melaksanakan perintah Allah yang hanya diterima melalui mimpi. Ya
Allah !!! siapakah yang sanggup melakuan pekerjaan yang tidak logis itu
selain para kekasih-Mu, selain orang-orang yang matahatinya cemerlang
karena telah diterangi nur ma’rifat kepada-Mu sehingga mampu menerima
perintah dengan cara tidak logis dan sekaligus melaksanakannya meski
harus melakukan pekerjaan yang tidak logis pula, maka pantas mereka
berdua kemudian mendapatkan penghormatan abadi dan ridho-Mu, bahkan
menjadi lambang pengorbanan dan perjuangan hidup sepanjang zaman.
Sehingga dikala dengan sabar dan penuh keikhlasan Nabi Ibrahim As
menjalankan perintah Allah tersebut, Allah bangga kepadanya. Sedetik
sebelum mata pedang yang sudah diasah tajam itu menyentuh leher anak
yang sudah terpejam matanya, dengan kuasa-Nya Allah Swt mengganti tubuh
anak tersebut dengan seekor kambing kibas dari surga. Sebuah indikasi
dan pelajaran yang amat berharga bahwa apabila orang bisa bersabar dalam
menghadapi ujian dan musibah dan ridho serta ikhlas dalam menjalaninya,
meski nyawa taruhannya, maka bukan saja akan mendapat pahala, namun
juga Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dan sempurna. Bahkan
tidak hanya itu saja, pengurbanan besar yang dilakukan dua manusia mulia
tersebut ternyata tidak sia sia, tidak hilang begitu saja ditelan
zaman, namun terbukti telah menjadi pondasi yang kokoh kuat atas
bangunan kota Mekkah al-Mukarromah dan keberkahan Allah yang dicurahkan
di atasnya sampai saat sekarang.
Disamping hal penting tersebut, Ibadah qurban juga mengandung pesan
kepada kita agar memiliki jiwa sosial dan peka terhadap penderitaan
sesama serta pembangunan mental spiritual yang tangguh. Ungkapan rasa
syukur atas segala anugerah yang diwujudkan dengan menasarufkan sebagian
harta yang kita miliki dengan membeli dan menyembelih hewan qurban
serta pendistribusian dagingnya kepada kalangan fuqoro wal masaakin agar
di hari raya ini mereka dapat menikmati kegembiraan yang sama,
disamping merupakan simbol agar kita mau berbagi kepada sesama serta
ikut meringankan beban hidup orang lain yang bisa membangun kekuatan
persaudaraan antara sesama umat, juga menguatkan jiwa kita secara
pripadi dalam menghadapi tantangan dan kompetisi hidup yang rasanya
seakan tidak berkesudahan, terlebih apabila hal yang sangat positif
tersebut tidak hanya bisa dilakukan pada hari-hari tertentu saja,
seperti hari Idul Adha sekarang ini, tetapi juga setiap saat dan
kesempatan yang ada, saat kita diberi kemampuan dan kelebihan oleh Allah
Swt.
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Ujian hidup yang dicanangkan dalam peristiwa sejarah tersebut
dinyatakan Allah dalam firman-Nya: “Sesungguhnya ini benar-benar
merupakan suatu ujian yang nyata”.(QS.ash Shafaat/108). Maksudnya,
keberhasilan hidup yang didambakan oleh setiap jiwa yang merdeka,
kebahagiaan yang diharapkan oleh setiap manusia yang hatinya sehat,
ternyata tidak datang dengan sendirinya turun dari langit, melainkan
harus ditempuh dan diperjuangkan melalui porses ujian yang tidak ringan,
demikianlah pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa sejarah
kemanusian ini, dan itu merupakan sunnatullah yang tidak ada berubahan
untuk selamanya, baik berlaku bagi orang-orang terdahulu maupun
kemudian, bahkan berlaku bagi kita semua. Ujian hidup tersebut juga
dinyatakan Allah dengan firman-Nya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS.
Al-Baqoroh/155-157)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Secara kongkrit pengorbanan yang pertama adalah berupa pengorbanan
seorang Istri yang setia dan tabah untuk mentaati kehendak Suaminya yang
diyakini sedang dalam rangka melaksanakan perintah Tuhannya, ternyata
mampu menurunkan keberkahan Allah yang abadi di muka bumi ini.
Memancarkan sumber air ditempat yang semestinya tidak mungkin ada mata
air. Mendatangkan kehidupan bagi manusia banyak ditempat yang asalnya
sepi dan terpencil. Menurunkan mu’jizat Allah yang sangat terang
benderang dalam sejarah zaman. Adapun pengorbanan kedua adalah bentuk
ketaatan seorang hamba Allah kepada Tuhannya, melaksanakan perintahNya
meski perintah itu tidak nalar, ternyata hasilnya mampu membuka sumber
keberkahan di muka bumi yang asalnya tandus kering menjadi tanah penuh
berkah dan kaya raya.
Peristiwa tersebut telah dicatat dalam sejarah kemanusiaan dan bahkan
harus diperingati oleh setiap pribadi Muslim pada setiap tahunnya. Kita
semua diwajibkan melaksanakan Ibadah Haji bagi yang mampu yang salah
satu tujuannya untuk memperingati peristiwa sejarah tersebut, itu
terbukti dengan manasik haji yang dilakukan dalam ritual haji oleh
jamaah yang sedang melaksanakan ibadah haji di Makkah Al-Mukarromah.
Lalu sekarang kita boleh pertanya kepada diri sendiri, pengorbanan apa
yang sudah kita lakukan selama ini untuk kejayaan kita sendiri, untuk
mencapai peningkatan tarap hidup yang kita tuntut dan dambahkan selama
ini, untuk keberhasilan hidup kita sendiri bukan keberhasilan hidup
orang lain. Apakah kita hanya boleh menuntut saja tanpa berbuat apa-apa
sementara orang lain harus berkorban dan bahkan dikorbankan …?? Kita
selalu berharap hidup enak tapi enggan melaksanakan perjuangan.., Apa
mungkin hal demikian bisa dicapai ..?? Padahal fenomena sejarah telah
berbicara dengan terang benderang..!!
Inilah hikmah terbesar dari peringatan hari besar IDUL QURBAN yang
sedang kita peringati hari ini, bukan hanya untuk memperingati peristiwa
sejarah kemanusia itu saja, namun juga untuk membangkitkan semangat dan
kesadaran dalam jiwa kita, dimana setiap pribadi Muslim harus siap
berkorban untuk kebahagiannya sendiri. Setiap kita harus siap
menyongsong keberhasilan dan peningkatan hidup dengan perjuangan dan
pengorbanan. Dimulai dari diri sendiri untuk tidak berpangkutangan saja
dan bermalas-malasan dan ketika berakibat hidupnya tidak juga meningkat
kemudian mengkambinghitamkan nasib dan takdir. Padahal nasib dan takdir
itu harus dimulai dari diri sendiri, “siapa beramal sholeh maka itu
untuk dirinya sendiri”. Maksudnya, barangsiapa menanam kebaikan maka
akan menuai kebajikan dan barangsiapa menanam kemalasan akan menuai
kehancuran, itu berlaku untuk diri sendiri bukan untuk orang lain.
Itulah sunnahtullah yang tidak ada perubahan untuk selama-lamanya. Yang
dimaksud menanam itu adalah melaksanakan perjuangan dan pengorbanan
terlebih dahulu setelah itu baru orang boleh bersenang-senang.
“Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian”.
قال الله تعالى وبقوله يهتدي المهتدون . وإذا قرء القرآن
فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون : وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ
الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم . ونفعني وأياكم بما فيه
من الأيات والذكر الحكيم . وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم
. وقل رب اغفر وارحم وأنت حير الراحمين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar